Informasi-Realita.net,Jombang — Dugaan praktik penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite kembali mencuat di wilayah Kabupaten Jombang. Kali ini, sorotan tertuju pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bernomor lambung 54-614-07 yang berlokasi di Jalan Raya Peterongan, Desa Mojokuripan, Kecamatan Jogoloyo, Jombang.
Lebih mengejutkan, salah satu oknum yang mengaku berasal dari organisasi kemasyarakatan (ormas) di wilayah Jombang secara terang-terangan menyatakan telah turut andil dalam aktivitas pengisian BBM di SPBU tersebut. Oknum tersebut bahkan diduga kuat berperan sebagai pihak yang memback-up SPBU serta mengkoordinir para pengangsu BBM subsidi yang menggunakan sepeda motor jenis Thunder yang disinyalir telah dimodifikasi.
Berdasarkan hasil pantauan awak media di lokasi, terlihat puluhan sepeda motor Thunder berjejer rapi mengantre untuk mengisi BBM subsidi jenis Pertalite. Ironisnya, para pengendara tersebut tidak dapat menunjukkan rekomendasi resmi dari instansi terkait, sebagaimana yang diwajibkan untuk pembelian BBM subsidi dalam jumlah tertentu.
Pengisian Melebihi Ketentuan, Sistem Diduga Dimanipulasi
Praktik pengisian BBM subsidi di SPBU tersebut diduga dilakukan secara bolak-balik dengan nominal pengisian mencapai lebih dari Rp150 ribu, bahkan ada yang mencapai Rp160 ribu dalam satu kendaraan.
Padahal, sesuai aturan, kendaraan roda dua tidak diperbolehkan mengisi Pertalite di atas Rp100 ribu.
Saat awak media mencoba mengonfirmasi langsung kepada operator SPBU, pihak operator justru mengarahkan agar awak media menemui pengawas SPBU.
Namun hingga berita ini diturunkan, pengawas maupun manajer SPBU tidak tampak di lokasi dan tidak memberikan klarifikasi apa pun.
Situasi tersebut menimbulkan kesan bahwa pihak pengawas dan manajemen SPBU lepas tangan dan menghindar dari tanggung jawab, sekaligus membiarkan praktik penyalahgunaan BBM subsidi berlangsung secara terang-terangan di area SPBU.
Pengakuan Pengangsu: Pertalite Dijual Kembali Rp12–13 Ribu per Liter
Dalam wawancara terpisah, salah satu pengangsu BBM subsidi mengakui bahwa BBM Pertalite yang dibelinya dari SPBU tersebut dijual kembali kepada pihak lain dengan harga berkisar Rp12.000 hingga Rp13.000 per liter, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Praktik ini jelas merugikan masyarakat luas, khususnya pengguna BBM subsidi yang benar-benar berhak, serta berpotensi menyebabkan kelangkaan di pasaran.
Oknum Ormas Datangi Awak Media
Tak berselang lama setelah awak media melakukan peliputan dan konfirmasi di lokasi, lima orang yang mengaku sebagai oknum ormas mendatangi awak media. Kehadiran mereka justru menimbulkan pertanyaan di tengah absennya pihak pengawas maupun manajer SPBU.
Kondisi ini semakin memperkuat dugaan adanya perlindungan atau bekingan terhadap aktivitas ilegal yang terjadi di SPBU 54-614-07.
Pengakuan Operator SPBU: Barcode Motor Terbaca Seperti Mobil
Dugaan penyalahgunaan ini semakin menguat setelah adanya pengakuan dari salah satu operator SPBU bernama Kholik. Saat dikonfirmasi awak media, Kholik menyebut bahwa barcode yang digunakan sebenarnya adalah barcode sepeda motor, namun saat proses pengisian, sistem justru membaca seperti kendaraan roda empat.
“Ini barcode-nya sepeda motor, tapi digunakan seperti mobil. Padahal sepeda motor tidak boleh mengisi di atas Rp100 ribu. Tadi itu sampai Rp160 ribu, dan pengisiannya dua kali dengan nozzle dinyalakan ulang,” ungkap Kholik kepada awak media.
Pengakuan ini menimbulkan dugaan kuat adanya manipulasi sistem barcode MyPertamina atau pembiaran dari pihak internal SPBU.
Desakan Sanksi Tegas dari Pertamina
Atas temuan tersebut, masyarakat mendesak Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus), Ahad Rahedi, agar memberikan sanksi tegas terhadap SPBU 54-614-07.
Masyarakat meminta Pertamina tidak ragu menjatuhkan skorsing sementara hingga pencabutan izin operasional apabila terbukti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan distribusi BBM subsidi.
Kasus ini diharapkan segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum serta pihak Pertamina guna memastikan BBM subsidi tepat sasaran, sekaligus mencegah praktik mafia BBM yang merugikan negara dan masyarakat.
Penegakan hukum terhadap SPBU yang diduga melakukan praktik nakal—seperti pengurangan takaran, penjualan BBM subsidi tidak sesuai peruntukan, hingga distribusi ilegal—merupakan kewenangan mutlak aparat negara. Dalam hal ini, tugas tersebut berada di tangan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) serta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan dan penindakan di sektor hilir migas.
Ormas pada dasarnya merupakan organisasi yang dibentuk secara sukarela oleh masyarakat berdasarkan kesamaan aspirasi, kepentingan, dan tujuan sosial.
Ormas tidak dibekali kewenangan yudikatif maupun kekuasaan penegakan hukum.
Dengan demikian, ormas tidak memiliki hak untuk melakukan penyelidikan, penindakan, apalagi memberikan perlindungan terhadap pihak-pihak yang diduga melanggar hukum. ( Tim )



